TimurExpress.co, Boltim – Kunjungan kerja (kunker) DPRD Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Fuad Landjar, di dampingi Wakil Ketua Medy Lensun dan Muhammad Jabir beserta rombongan komisi II di kantor Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Kamis (2/9/21).
Kunjungan Kerja (Kunker) ini, diterima langsung oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sulut, Rainier N. Dondokambey dan para kepala bidang dan staf, di aula kantor di bilangan Jalan Pomorow, Kota Manado.
Pada kesempatan itu, para legislator Boltim meminta data sejumlah kawasan Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi, dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang ada di wilayah Kabupaten Boltim.
Pasalnya, banyak rakyat Boltim yang menggantungkan penghidupan di kawasan hutan. Baik yang mengelolanya sebagai lahan pertanian, perkebunan, maupun pertambangan.
Kunjungan kerja ini sekaligus untuk mengklarifikasi adanya dugaan sejumlah perusahaan tambang emas di Boltim yang diduga mendapatkan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dalam kawasan HL.
“Kita juga ingin meminta data terkait kawasan hutan di Boltim, yang boleh dikelola masyarakat atau tidak. Kemudian, penyayatan lahan hutan untuk kepentingan masyarakat, termasuk rencana pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di sejumlah titik sesuai surat edaran gubernur tentang WPR demi kesejahteraan masyarakat Sulut,” ujar Ketua DPRD Boltim, Fuad Landjar.
Sunarto Kadengkang dan Argo Sumaiku, selaku anggota Komisi II, juga mempertanyakan polemik wilayah hutan Simbalang apakah bisa dimanfaatkan masyarakat.
Sebab, diduga sudah ada perusahaan pemegang IUP di kawasan tersebut.
“Seperti diketahui, baru-baru ini ada penertiban tambang illegal di kawasan Simbalang yang dlakukan pihak kepolisian dengan alasan hutan lindung. Tapi, ternyata ada perusahaan yang punya IUP menguasai lahan tersebut walaupun mereka belum beroperasi,” sebut Sunarto Kadengkang.
Kadis Kehutanan Provinsi Sulut, Rainier N. Dondokambey, menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki IUP namun masuk kawasan hutan wajib untuk meminta rekomendasi pinjam pakai lahan ke institusi kehutanan.
Jika tidak, kata dia, maka perusahan itu tidak bisa beroperasi di wilayah hutan.
“Sementara untuk WPR, prosedurnya juga kurang lebih sama. Hanya memang ada beda pengurusan ijin untuk alih status bagi kawasan Hutan Lindung, Hutan Produksi, atau Hutan Produksi Terbatas,” ungkap Rainier N. Dondokambey.
“Intinya kami dari Dinas Kehutanan menyambut baik niat dari bapak ibu anggota DPRD Boltim, yang mengunjungi kami langsung untuk mencari informasi terkait hal yang menyangkut kawasan hutan untuk dimanfaatkan masyarakat. Selama prosedur dipatuhi, maka semuanya bisa kita laksanakan, apalagi untuk kesejahteraan masyarakat,” tambahnya.
Dia juga menyinggung pentingnya koordinasi antara pemerintah kabupaten dan pemprov sangat diperlukan untuk hal semacam ini. Agar tidak terjadi miskomunikasi dan kesalahan informasi di masyarakat.
Dia menyatakan, pihaknya sangat terbuka jika memang ada yang perlu dibantu untuk kepentingan daerah. Apalagi Boltim memiliki wilayah kekayaan alam kawasan hutan cukup besar. (Bas)